Selasa, 29 Januari 2013

Dosa Mematikan Nurani


DOSA MEMATIKAN NURANI
-Habibie Musthafa-



“Merasa tak berdosa adalah kain kafan yang menyelimuti hati ketika ia mati”
-Salim A. Fillah-. Begitulah kutipan beliau dalam bukunya Jalan Cinta Para Pejuang.
            Rasanya kita harus banyak meng-evaluasi diri, betapa seringnya kita menyepelekan dosa-dosa yang telah dan tengah kita lakukan beberapa waktu yang lalu atau bahkan saat ini. Banyak bentuk dosa dan maksiat yang bisa dilakukan manusia, walaupun raganya tengah berada di masjid tapi apabila pikirannya sedang memikirkan kemaksiatan, mulutnya sedang menggunjing orang, hatinya sedang bermaksiat pada Alloh... hal itu mungkin beberapa kali kita lakukan. Hal yang tidak disadari –perasaan kita mungkin sedang beribadah– karena raga kita ada di masjid. Tapi –astaghfirullohal’adziim– ternyata sebenarnya kita sedang melakukan dosa.
            Berbagai upaya syaithon melakukan tipu dayanya kepada manusia, untuk menemaninya di neraka nanti. Maka banyaklah beristighfar, memohon ampunan Alloh SWT. Rosululloh pernah bersabda, bahwa kalimat istighfar adalah kalimat yang paling ditakuti oleh syaithon la’natulloh ‘alaih. Begitu halusnya syaithon menggoda kita, sehingga kita bisa terpedaya.
            Sehingga syaithon menutupi hal yang paling halus dalam diri kita. Yang darinya bisa dimintakan fatwa oleh diri kita sendiri, dan darinya selalu datang suatu kebenaran dan kejujuran. Tiada lain itu adalah nurani. Bila nurani itu sudah tertutupi oleh dosa-dosa dan kemaksiatan yang kita lakukan, maka renungkanlah Sabda beliau Rosululloh SAW :
Sesungguhnya dosa-dosa itu, apabila terus menerus menimpa hati maka ia akan menutupinya. Dan bila hati telah tertutup, akan datang kunci dan cap dari Alloh SWT. Bila sudah demikian, tak ada lagi baginya jalan; tidak ada jalan keimanan untuk masuk ke dalamnya, dan tidak juga jalan kekafiran untuk keluar darinya”

dan bila sudah deimikian, apakah nurani itu bisa kita mintakan fatwa lagi?

[Na’udzubillahi min dzalik]. Semoga Alloh selalu menetapkan Hidayah-Nya selalu istiqomah di hati kita, sampai akhir hayat kita diwafatkan dengan husnul khotimah.Amiin.

            Mari sejenak kita renungkan perkataan dari Ibnul Jauzi dalam –Shaidul Khathir–: “Hukuman terberat atas suatu dosa adalah perasaan tidak berdosa”.
Sungguh nelangsa dan celakalah kita apabila hukuman itu menimpa. Maka seperti dikatakan Ust. Salim A.Fillah diatas; “Merasa tak berdosa adalah kain kafan yang menyelimuti hati ketika ia mati”. Bila kita sudah merasakan tak berdosa dengan dosa-dosa yang kita lakukan maka matilah hati kita. Bila sudah mati, apakah bisa ber-fatwa?? –tentunya anda bisa menjawab sendiri–
Hasan Az Zayyat, Rohimahulloh berkata:
”Yang paling aku takutkan ialah keakraban hati 
dengan kemungkaran dan dosa
Jika suatu kedurhakaan berulangkali dikerjakan
maka jiwa menjadi akrab dengannya
hingga ia tak lagi peka, mati rasa...”

            Ya Alloh, hidupkanlah hati nurani ini dengan cahaya iman kepadamu. Jangan cabut hidayah-Mu terhadapku, keluargaku dan orang-orang Mu’min lainnya yang bersungguh-sungguh membela agama-Mu.Amiin..

Minggu, 27 Januari 2013

"Poligami Ilmu"


“POLIGAMI ILMU”
Memilih bidang ilmu dengan atas dasar ketertarikan, lebih baik dibandingkan dengaan atas dasar kebutuhan.
-Habibie Musthafa-



            Orang tertarik dengan keilmuan biologi –misal– karena suka terhadap dunia tumbuhan, sehingga dia tertarik untuk mengkaji lebih dalam lagi tentang dunia tumbuhan. Baik itu reproduksinya, sistematikanya, bioteknologinya dan sejenisnya. Mempelajarinya akan antusias, tidak akan jenuh/bosan, dan selalu mencari masalah (tentang tumbuhan) untuk dia selesaikan dengan caranya. Itulah hasilnya, bila orang memilih bidang keilmuan atas dasar ketertarikan.
Ketertarikan berawal dari kesukaan, dan kesukaan akan berujung pada cinta...hehe, (cinta pd ilmu maksudnya)
            Coba bayangkan dan bandingkan dengan orang yang memilih bidang ilmu atas dasar kebutuhan. Misal; saya butuh/perlu untuk mempelajari biologi karena saya masih banyak yang belum tahu tentang biologi. Tentang tumbuhan, genetika, sistematika (saya masih belum paham). Masih banyak belum tahunya tentang biologi sehingga dirasa perlu untuk mempelajarinya.
Al hasil, orang tersebut akan giat dan rajin mempelajari apa yang dia ingin tahu, dan semua bidang dalam keilmuan tersebut dia baca. Tapi (biasanya) orang seperti ini suatu saat nanti akan menemukan “titik jenuh” dimana dia sudah merasa bosan dicekoki oleh buku-buku dan pengetahuan di bidang itu. Dia menemukan titik jenuh karena dia mempelajarinya tidak disertai dengan ‘ketertarikan’ sehingga tidak akan muncul kecintaan terhadap ilmu tersebut.
Yang ada akhirnya dia “berselingkuh” dengan ilmu lain, dan kalau sudah mainnya ‘selingkuhan’ maka orang tidak ada yang bisa fokus dan tenang, (yaa...sama halnya seperti selingkuh dari istri, maka dia tidak akan tenang dan fokus terhadap wanita2nya) hehee.
            Begitu juga dengan selingkuh dengan ilmu, hasilnya orang tersebut tidak akan tenang dan tidak bisa fokus untuk mempelajarinya, dan juga tidak akan nyaman hidup berdampingan dengan ilmu2 tersebut (sssttt...karena takut ketahuan selingkuh...xixi).
Ada cara lain yang aman, untuk menyelesaikan ‘perselingkuhan ilmu’ tersebut. Yang namanya selingkuh (apapun itu) pastinya tidak enak dan tidak tenang sobat...
Caranya; izinlah pada istri pertama bahwa saya mau nikah lagi dengan ilmu lain. :D Dengan izin dari istri pertama kan namanya bukan selingkuh lagi,,hehe. Sehingga sobat bisa tenang menjalani hidup (ehh, maksud saya bisa tenang dan fokus belajar). Karena, belajar itu ditugaskan seumur hidup looo... J
Istilahnya jadi beda sekarang, ‘poligami’. Nah itu istilahnya.
            Berpoligami dengan disiplin ilmu lain tidak ada salahnya bukan??, asal kita didasari rasa suka pula kepada disiplin ilmu ‘kedua’ itu. Kita punya “istri kedua”, dan istri pertama tidak ditinggalkan. Dengan kata lain, disiplin ilmu yang pertama jangan kau lupakan, tapi pelajari terus sebagaimana “istri keduamu”. Tetapi mungkin hanya caranya saja yang dilakukan secara otodidak dan tidak formal. Pelajari dan gali selama ilmu tersebut bermanfaat. Semampuhmu.
            Jadi, dengan berpoligami kita bisa fokus dan tenang menghadapi  kedua-duanya. Tidak takut ketahuan selingkuh. Hehehe... ^_^

#Just Kidding#
*Curhatan pagi hari* (yang tidak bisa tidur)


KEBEBASAN


"Bebas Diri Kita dari Perbudakan Nafsu"
-Habibie Musthafa-



Kebebasan. Orang bebas-bebas saja menentukan pillihannya. Akan tetapi orang tidak seenaknya saja melakukan apa yang dia mau. Kebebasan seseorang telah dibatasi oleh kebebasan orang lain. Seperti dalam kehidupan sosial bermasyarakat, sebagai  penduduk kos-kosan saja contohnya, saya bebas menyetel lagu apapun, sekencang apapun, bebas. Tapi kebebasan saya menyetel lagu dibatasi kebebasan tetangga kamar saya untuk beristirahat. Salah satu contoh sederhananya seperti itu.

Jadi, dalam malaksanakan prinsip kebebasan, sudah seharusnya melihat dahulu orang lain yang ada di sekeliling kita. Dengan kata lain ‘peduli’ terhadap orang lain, karena kita hidup tidak sendirian. Tidak bisa kita hidup tanpa adanya orang lain, walaupun (katakanlah) kita orangnya tertutup atau individualis tetap saja tidak bisa hidup tanpa adanya orang lain di sekitar kita. Itu dalam hal bersosial.

Beberapa jam yang lalu, tepatnya siang jam 2an tanggal 23 Oktober 20012 saya mengikuti sarasehan di theatrikal bahasa UIN, sarasehan tersebut membahas tentang Islam di USA, yang menghadirkan perwakilan dari kedubes Amerika. Di Amerika sangat menjunjung tinggi kebebasan terutama dalam beragama. Hal kepercayaan adalah urusan yang sangat personal untuk mereka, menanyakan ‘kamu agama apa’ saja mereka anti. Mereka bebas menentukan agama apapun, begitu pula dalam hal berekspresi. Beberapa waktu yang lalu media di dunia digencarkan dengan film “Innocence of Muslim” yang berisi penghinaan terhadap ummat Islam. Film tersebut diproduksi di Amerika dan di pasarkannya juga di Amerika, tetapi karena film terebut bermuatan penghinaan terhadap umat Islam akhirnya trial dari film tersebut banyak menyebar ke internet lewat jejaring sosial -terutama Youtube-. Umat Islam di dunia marah karena melihat film tersebut, sampai duta besar Amerika di Libanon meninggal di bombardir oleh orang-orang tertentu.

(saya menghelak nafas dan sedikit tertegun mendengar berita tersebut)..
Yang ada dalam fikiran saya, kenapa umat Islam gampang sekali terprofokasi? Begitu sensitifkah kita?
Bukan karena penghinaannya. Penghinaan terhadap Islam harus dilawan, dan tidak boleh dibiarkan, saya sangat setuju dengan itu. Tapi apakah harus sampai mengorbankan orang yang belum tahu, atau haruskah sampai unjuk rasa yang berlebihan sampai menimbulkan kerusuhan dan mengakibatkan cederanya atau bahwkan hilangnya nyawa orang tak berdosa?? Tentunya tidak kawan...
Kalau sikap umat Islam seperti itu, mungkin orang yang benci terhadap Islam malah bertepuk tangan dibelakang sana, dan mentertawakannya. Dan syaiton berjingkrak-jingkrak senang melihat umat Islam seperti itu.

Cobalah gunakan akal pikiran yang sehat dan tenangkan hati, tanpa harus disertai dengai emosi. Landasi akal dan hati kita dengan syari’at (al Qur’an dan Hadits). Kuasai pikiran! bukan pikiran yang menguasai kita!.

Syaithon akan pintar-pintar memilih cara untuk mengelabuhi kita. Sesuatu yang dianggap benar oleh kita, padahal anggapan benar itu adalah selimutan Syaithon. Na'udzubillahi min dzaalik.. A'udzubillahi minassyaithonirrojiimm.
"aku berlindung pada-Mu (ya Alloh) dari godaan Syaithon yang terkutuk"


TAMPAK BAIK DI MATA KITA, BELUM TENTU MENURUT ALLOH


“Bacalah Al Qur’an Sampai Lubuk Hatimu!”
-Habibie Musthafa-




Abu Sa'id al-Khudri (salah seorang sohabat Nabi) menuturkan bahwa Abu Bakar pernah bercerita di hadapan Nabi SAW. Saat itu Abu Bakar menuturkan pengalamannya ketika melintasi padang pasir, ketika ia melihat seorang lelaki berwajah tampan sedang melakukan sholat dengan khusyu'.
"Pergi dan bunuhlah orang itu" tukas Nabi.
Abu Bakar segera menemui lelaki itu yang masih dalam keadaan seperti semula, sholat dengan khusyu. Abu Bakar menjadi ragu untuk membunuhnya. Akhirnya, ia kembali.
Nabi kemudian memanggil Umar bin Khotob.
"Pergilah kesana dan bunuhlah lelaki itu" perintah Nabi kepada Umar.
Umar pun segera pergi ke sana. Umar melihat lelaki itu sedang larut dalam ibadah. Umar tidak sampai hati membunuhnya. Akhirnya ia pun kembali menghadap Nabi.
"Wahai Nabi, yang aku lihat adalah lelaki yang sedang sholat dengan khusyu'. Aku tidak tega membunuhnya" ujar Umar.
Nabi akhirnya menyuruh 'Ali untuk membunuhnya.
"Ali segera pergi kesana, tetapi ia tidak menemukan lelaki itu. 'Ali kembali menghadap Nabi, lalu memberitahukan hal itu kepada beliau.
Nabi berkata; "Orang itu dan kawan-kawannya membaca Qur'an hanya sampai tenggorokan. Mereka telah keluar dari agama bagai anak panah melesat dari busurnya. Bunuhlah mereka! Karena mereka adalah seburuk-buruk makhluk di muka bumi"
(HR Muslim).
-------------------------------------------------
Apa yang menarik dari hadits diatas??
Yang tampak baik di mata kita boleh jadi sangat buruk di hadapan Alloh. Kita mengiranya baik karena tidak memiliki pengetahuan tentang orang itu, padahal sesungguhnya orang itu nilainya tidak lebih baik dari keledai yang dungu.
Atau kita melihat orang yang rajin ibadah mahdhoh, mungkin kita akan segera mengambil kesimpulan bahwa dia adalah orang baik. padahal boleh jadi ia termasuk ahli neraka karena buruknya akhlak pd tetangga, orang tua, atw kekejamannya pada binatang piaraan sehingga binatangnya mati kelaparan.

Sehingga jangan heran jika kita mempertanyakan mengapa ada wanita yang baik mendapatkan suami yang keji, padahal Alloh menjanjikan (QS AnNur: 26) bahwa wanita yang baik untuk laki2 yang baik. Begitu juga kita mempertanyakan kenapa ada lelaki yang baik tapi mendapatkan istri yang 'judes'nya setengah mati.
Sekarang, pertanyaan itu sudah bisa kita jawab sendiri.

Kita mempertanyakan kebenaran janji Alloh, tetapi barangkali lupa mata kita yang tidak sanggup melihat dibalik yang tampak. Yang kelihatannya tidak sebanding, boleh jadi sesungguhnya benar-benar setara nilainya di hadapan Alloh, SEHINGGA TIDAK ADA YANG MELESET DARI JANJI ALLOH. Maha Benar Alloh dengan Segala Firmannya.

So, bersungguh-sungguhlah kita dalam beribadah. Sungguh Alloh Maha Mengetahui segalanya tentang diri kita, melebihi ke-tahuan-nya kita terhadap diri sendiri.

PraNikah

LURUSKAN NIAT SEBELUM MENIKAH

-Habibie Musthafa-
email: biefa8@gmail.com


"Barangsiapa menikahi seorang wanita karena memandang kedudukannya maka Alloh akan menambah baginya kerendahan. Barangsiapa menikahi wanita karena memandang harta bendanya, Alloh akan menambah baginya kemelaratan. Barangsiapa menikahi wanita karena memandang keturunannya, Alloh akan menambah kehinaan baginya. Tetapi barangsiapa menikahi seorang wanita karena ingin menundukkan pandangannya dan menjaga kesucian farjinya, atau ingin mendekatkan ikatan kekeluargaan, maka Alloh akan memberkahinya bagi istrinya dan memberkahi istrinya baginya" (HR. Bukhori).

Sebelum memulai, kita tata terlebih dahulu niat kita menikah. Jangan seperti orang Quraisy jahiliyah yang menikah dengan memandang keturunannya, jangan menyerupai orang Yahudi yang menikah hanya karena hartanya, dan juga jangan seperti orang Nasroni yang memandang keelokan parasnya.
Tengoklah Nailah binti Farafishah Al Kalbiyah seorang wanita muda usia 18 tahun yang tidak keberatan dinikahi oleh Utsman bin 'Affan -yang saat itu sudah berusia tua renta-. Tetapi Nailah pun bangga bisa menikah dengannya karena masa muda Utsman bin 'Affan dihabiskan dengan perjuangan bersama Rosululloh SAW, dan hal itu lebih Nailah sukai dari segalanya. Allohu Akbar.
Itulah cinta yang sejati, tanpa bermotif duniawi sehingga Alloh memberikannya keberkahan. Dan dari pernikahan inilah, Utsman dikaruniai putri Maryam dan 'Anbasah binti 'Utsman.

Mari kita fahami sabda Rosululloh SAW, berkenaan dengan kriteria dalam memilih pasangan.
“Wanita (biasanya) dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka utamakanlah yang baik agamanya, niscaya kamu akan beruntung.”  [HR. Al-Bukhari (5090) dan Muslim (1466)]
Pada hadits tersebut sangat ditekankan faktor agamanya. Sebagai seorang muslim tidak bisa kita mengelakkan hal itu, tidak boleh kita menikah dengan bermotif karena parasnya yang cantik, keturunan konglomerat-misal- atau karena hartanya yang melimpah. Tidak. Awalilah perbuatan baik dengan niat yang baik pula.
Lihatlah kembali hadits pertama yang diatas, Alloh tidak akan merendahkan karena ingin menjaga pandangan dan kesucian farji kita, dan juga Alloh tidak akan menghinakan orang yang menikah dengan niat menyambung tali silaturahmi –mendekatkan ikatan kekeluargaan-. Justru dengan itulah alloh akan memberkahinya.
Yang belum nikah semoga kita bisa segera meluruskan niat sehingga bisa menyegerakannya, dan bisa meneladani keterpujian dari shohabat2 Rosululloh SAW. Allohumma sholli 'ala Muhammad.