Guru yang baik tidak hanya pandai
menyemai
Tapi juga lihai membajak dan
mencangkuli
- inspirasi
pagi di majelis ilmu -
Guru yang baik tidak hanya pandai menyemai
Tapi juga lihai membajak dan mencangkuli
Apa maksudnya?
Kita Analogikan dengan Padi dan
Lahan
Padi ibarat ilmunya
Lahan ibarat orangnya –lebih khususnya
lagi; ibarat hati dari orang tersebut–
Padi tidak akan tumbuh baik bila
di tanam di lahan yang tidak subur
Bila tetap dipaksa ditanam di
lahan tersebut
Maka padi tak akan tumbuh dengan
baik
Bahkan yang tumbuh lebih subur..
malah gulmanya
--@--
Saya baru tersadar, dan termenung
sejenak akan hal ini
Saat mengikuti kajian KRPH di
Mardliyyah (24/10/13)
Dengan Murabbi kita Ust Syatori
Abdul Rouf
Ketika beliau mengatakan, “guru
terbaik adalah tidak hanya menyemai ilmu tapi juga berusaha jerih payah ‘membajak
dan mencangkuli’ hati kita”
Pikiran saya tertuju pada kondisi
sekarang
Bagaimana para guru juga dosen
hanya memberikan ilmu saja
Para guru hanya menyemai benih
saja,
Tanpa memperhatikan bagaimana
kondisi lahan
Bahkan tanpa peduli bagaimana muridnya
setelah disemai itu
Terbersit dalam fikiran saya
Sebuah film dari Indonesia
Menceritakan seorang santri yang
berasal dari keluarga kaya
Memasuki pesantren
Dan kemudian Sang Kiyai tak
mengizinkan dia mengaji
Tapi diperlakukan berbeda... ya
sangat berbeda dari santri lain
Santri ini disuruhnya untuk
melakukan pemenuhan kebutuhan pesantren
Sapu-sapu, bersih-bersih,
mengangkut air dan sebagainya
Ya.. begitulah gambaran filmnya
Jangan terlalu jauh
mendeskripsikan filmnya
Kita ambil i’tibarnya saja dari
kejadian yang satu ini
Sekarang ini amatlah langka
Bila mencari Sang Kiyai yang
sangat memperhatikan Santri
Sedemikian detailnya, sedemikian
perhatiannya, sedemikian tafahhumnya pada Santri
Sehingga menghasilkan padi yang
unggul
Santri yang berkualitas... dan
murid yang tauladan.
Guru yang baik.... ibarat
petani.
Petani yang menyiapkan
lahannya dulu baik-baik
Sebelum ditanami dengan
bibit-bibit unggul
Tidak tertekan dengan silabus dan
kurikulum yang harus diselesaikan dalam waktu sekian hari... sekian minggu...
sekian bulan.
Cepat dan “disiplin waktu”
mungkin iya
Itu juga ‘disiplin waktu’nya
menurut siapa. Kepala dinas?
Tapi apakah yang anda didik itu
adalah..
Harimau? dengan tujuan keahlian
sirkusnya..?
Monyet? dengan tujuan keahlian
topeng monyetnya..?
Gajah? dengan tujuan kelihaian
melukisnya..?
Manusia bukan dididik sebagai
mahasiswa, dengan tujuan IPKnya
Bukan juga dengan tujuan sekedar
lulus cepat waktu
Atau dengan tujuan dapati
lulusannya bekerja di perusahaan besar
Para guru-guru perlu anda sadar –kalo
skedar “tahu” mungkin sudah dari dulu–
Bahwa yang anda hadapi adalah
manusia
Yang punya akal dan hati
Astaghfirulloh...
Guru yang baik adalah yang
sangat memahami mutarobbinya (muridnya)
Guru yang sukses adalah yang
membuat mutarobinya tau diri dan sadar diri
Guru yang sukses (dalam konotasi
baik)
Adalah bukan yang membuat
muridnya lebih sukses dari dirinya
Belum tentu
Kalimat “lebih sukses” itu masih
terlalu general
Sehingga perlu spesifikisasi :D
Hanya sekedar contoh;
Ada yang muridnya saat ini sukses
menjadi hakim agung
Jelas lebih sukses dari gurunya
(yang hanya sekedar dosen)
Tapi sukses dalam hal apa dulu...
kalaauuu dibalik jabatan hakim agung dia korupsi
Sukses menjadikannya dia
koruptor??? Hhh...
Berarti dalam hal ini suksesnya
(dalam konotasi buruk)
Faham kan maksud saya..?
-Habibie Musthafa-