Selasa, 18 Mei 2010

Pemahaman Konsep Ibadah Mahdhoh dan Ghair Mahdhoh

Sebagaimana saya ketahui sebelumnya, yang disebut dengan ibadah mahdhoh itu adalah ibadah yang bersifat vertikal langsung berhubungan dengan Allah. Seperti shalat, puasa, zakat, haji. Rasanya juga tidak ada lagi yang termasuk ibadah mahdhoh selain yang termasuk rukun islam itu. Sedangkan kalau ibadah ghoir mahdhoh sendiri adalah ibadah yang horizontal, tidak langsung kepada Allah. Dengan kata lain melalui perantara makhluk, alias makhluk tersebut dijadikan sebagai sarana untuk melakukan ibadah tersebut. Seperti menolong orang lain, berbuat baik terhadap orang tua, dan masih banyak hal-hal lainnya.

Tetapi setelah saya mengikuti perkuliahan al Hadits (10 Mei 2010) dengan dosen Pak Miftahur Rafi’, saya mendengar penjelasan dari dosen saya itu, ternyata agak berbeda dengan yang dipahami aku selama ini. Menurut yang saya pahami dari penjelasannya itu, Ibadah mahdhoh merupakan ibadah yang memiliki landasan langsung dari syara’ dan bersifat dogmatis yang tidak bisa di utak-atik lagi oleh manusia. Ibadah mahdhoh contohnya tidak hanya yang terdapat dalam rukun islam saja, tetapi hal-hal lain seperti berbuat baik kepada orang tua, waris misalnya, walaupun dalam pelaksanaannya waris terebut berhubungan langsung dengan manusia tetapi aturan-aturan yang menentukan waris mewaris itu tersurat langsung di dalam al Qur’an yang aturan tersebut tidak bisa diubah-ubah lagi oleh manusia, karena itu sudah ketetapan-Nya.

Dalam hal ini saya memahami walaupun ibadah tersebut dalam pelaksanaannya bersifat vertikal tetapi apabila aturan itu ditentukan oleh ijtihad dari para ulama misal, maka tetap itu tidak termasuk ibadah mahdhoh.
Begitu juga sebaliknya dalam ibadah ghoir mahdhoh, ghoir mahdhoh merupakan ibadah yang tidak mempunyai landasan secara tersurat langsung dari syara’. Seperti halnya menyingkirkan duri dari tengah jalan, dan lain sebagainya.

Jadi dalam hal ini ibadah mahdhoh dan ghair mahdhoh tidak didasarkan pada arah vertikal atau horizontalnya ibadah tersebut, tapi yang lebih menentukan adalah landasan hukum dari syara’. Tersirat ataukah tersurat.

Senin, 17 Mei 2010

Materi Bukan Satu-satunya Jalan

Ketika aku melihat suatu acara di stasiun televisi swasta, acara tersebut menceriterakan suatu keluarga yang hidup berkecukupan dengan segala fasilitas teknologi terkini dan dengan segala kemudahan yang didapatkannya juga dengan rumah yang cukup besar. Tetapi ada hal yang disayangkan, keluarga ini tidak bisa hidup dalam kebersamaan keluarganya karena kesibukan individu masing-masing dan ketergantungannya dengan barang-barang elektronik, seperti hp, laptop, kamera, internet dan sebagainya. Barang-barang tersebut menyebabkan dia hidup individualis sekalipun mereka semuanya sedang berada di dalam rumah tetapi mereka tinggal di kamarnya masing-masing. Jarang sekali mereka bertemu, bahkan suami istri terebut tidak pernah melakukan hubungan badan selama sepuluh tahun terakhir. Suami istri tersebut dianugerahi 2 anak perempuan. Semua komunikasi yang dilakukan oleh mereka lebih sering dengan teman-temannya, kadang kalau ada yang mau di obrolin mereka cukup dengan sms saja, padahal masih ada dalam satu rumah. Mereka sangat ketergantungan sekali dengan peralatan elektronik.

Ternyata materi bukanlah tujuan utama, tapi dibalik itu adalah kebahagiaan. Kebersamaan dalam mempertahankan jalinan rumah tangga. Dikala keperluan materi kita masih dikatakan pas-pasan mungkin akan terasa lebih akrab dan terasa banget rasa kebersamaan dan perhatiannya. Ketika waktu makan datang, tiap anggota keluarga berkumpul rame-rame ditempat makan yang sederhana dan akan selalu menunggu ketika salah satu anggota keluarga belum datang ke dapur walaupun perutnya sudah keroncongan. Sambil bercanda tawa dalam kehangatan itu mungkin rasa lapar tidak akan terlalu berasa. Tapi Islam tidak menyuruh kita untuk miskin, bahkan Islam menyuruh kita kejarlah duniamu seolah-olah kamu akan hidup selamanya dan kejarlah akhiratmu seolah kamu akan mati besok. Maka keseimbanganlah yang diharapkan Islam antara urusan dunia dan akhirat.

Dengan kemajuan teknologi mungkin dengan diberinya tiap orang handphone, laptop, televisi dan sebagainya akan membuat anggota keluarga bersikap acuh dan individualis, walaupun setiap hari tinggal dalam satu atap. Karena kesibukan mereka masing-masing, dengan handphonenya mereka akan lebih intensif berhubungan dengan teman-temannya mungkin dan dengan laptopnya mereka akan lebih disibukkan dengan dunia maya dari pada dengan keluarganya. Hal yang jauh akan dirasa dekat dan yang dekat akan mereka anggap tidak ada. Rasa kekeluargaan dan kebersamaan akan luntur seiring berjalannya waktu, mereka tidak akan saling perhatian dan tidak tahu apa aktivitas orang-orang yang ada disekitarnya itu.

Teknologi sekarang tentunya tidak bisa dihindari seiring berkembangnya teknologi, bila kita menghindar dari itu maka kita akan ketinggalan langkah. Tapi disamping itu ada hal yang lebih penting dalam berkeluarga, yaitu kebersamaan dan saling pengertian juga perhatian diantara anggota keluarga. Akan berbeda rasanya ketika kita diperhatikan oleh teman dengan perhatian dari keluarga. Perlu kecerdasan dari seorang suami sebagai kepala rumah tangga supaya tetap seimbang. Dan juga tidak kalah pentingnya adalah pendidikan agama, adalah hal pertama dan utama yang harus diberikan pada setiap anggota keluarga, sebagaimana  Rasulullah membina rumah tangganya dan hubungan interaksi di keluarga Rasulullah.

Ketika kebutuhan materi tercukupi maka keharmonisan keluarga harus lebih baik lagi, walaupun kebahagiaan tidak bisa dibeli dengan materi. Kekayaan materi dengan kebahagiaan harus maju saling beriringan, ibarat kereta dengan relnya, keimanan dan keislaman menjadi batu kerikil yang menyanggah rel kereta. Iman dan Islam adalah landasan utama dalam rumah tangga dan keluarga kita.

Minggu, 03 Januari 2010

Ketidaknetralitasan Ilmu

Ilmu tidak begitu saja langsung muncul di dunia ini, semuanya pasti ada yang melatarbelakangi keberadaannya. Mungkin dalam hal ini tidak saja ilmu, benda-benda pun dalam keberadaannya pasti ada yang melatarbelakanginya. Apalagi kalau dilihat dari aplikasi/pelaksanaan/penerapan dari suatu ilmu.
Keberadaan ilmu pengetahuan, pastinya ada yang melatar belakangi kemunculan ilmu tersebut. Termasuk ilmu biologi. Seorang ilmuwan biologi yang menemukan suatu teori yang nantinya teori tersebut menjadi suatu hukum dan banyak dianut oleh ilmuwan-ilmuwan lain. Tentu saja sang ilmuwan penemu teori itu mempunyai suatu kepercayaan, idiologi ataupun pemahaman dimana hal tersebut sudah melekat pada diri sang ilmuwan itu dan menjadi prinsip bagi dirinya. Dan hal itu sangat mempengaruhi berbagai teori ataupun hukum yang dikeluarkan melalui pemikirannya itu.
Langsung ataupun tidak langsung, disadari ataupun tidak, suatu ilmu apapun itu pastinya mempunyai pengaruh dari ilmu ataupun idiologi yang lain melalui sang ilmuwan itu tadi. Karena setiap ilmu yang ada sekarang semuanya berasal dari pemikiran-pemikiran manusia, terkecuali ilmu yang bersifat dogmatis, dalam hal ini berupa ajaran-ajaran agama yang berasal langsung dari Tuhan, yang notabenenya ajaran agama ini merupakan landasan atau dasar-dasar bagi orang yang beragama dalam melakukan atau menentukan suatu tindakan/sikap. Akan tetapi itu hanya dalam latar belakang kemunculannya saja. Pada pelaksanaannya, ilmu agama juga mempunyai keterkaitan dengan ilmu-ilmu lain. Seperti pada pelaksanaan zakat, tentunya memerlukan perhitungan untuk menghitung besar kecilnya seberapa banyak zakat yang harus dikeluarkan. Untuk menentukan waktu solat juga perlu menggunakan ilmu matematika untuk mengukur sudut, untuk melihat hilal juga memerlukan lensa (dalam hal ini ilmu fisika) supaya lebih terlihat jelas.
Dalam aktifitas yang bersifat ilmiah sekali pun, netralitas ilmu tidak bisa dicapkan pada keilmiahan itu. Tentunya teori ilmiah itu sendiri dalam keberadaannya memiliki latar belakang ilmu-ilmu lain yang berada pada diri sang ilmuwan.
Yang menyebabkan ilmu tersebut tidak netral, adalah:
1. Karena keterbatasan pemikiran manusia
Buah dari pemikiran manusia akan terlihat menjadi lebih sempurna apabila ada saling keterkaitan dan berkesinambungan diantara ilmu-ilmu yang lain. Ilmu biologi akan terlihat lebih bagus dan dapat diterima orang lain kalau ilmu biologi tersebut memperhatikan aspek-aspek lain. Sosial atau psikologi misalnya, supaya calon-calon mahasiswa tertarik dengan ilmu biologi.
Generasi muda yang baru memulai menempuh dunia pendidikan dan nantinya akan berperan sebagai resipien dari ilmu-ilmu, tentunya belum memiliki wawasan yang luas memiliki ilmu-ilmu tertentu yang lebih spesifik seperti ilmu genetika misalnya. Untuk bisa memahami ilmu genetika tersebut tentunya mahasiswa/pelajar pemula tersebut harus paham mengenai Biologi Umum, atau dalam system perkuliahan kita ada yang namanya Mata Kuliah Prasyarat yang harus diambil dahulu oleh mahasiswa sebelum mata kuliah tersebut diambil. Bila hal itu tidak diambil maka mahasiswa akan berabe dan tidak akan lancar dalam menjalani pembelajaran.
2. Karakteristik dari Ilmu itu sendiri
Ilmu genetika tidak akan lepas dari Biologi Umum, karena kemunculannya dilatarbelakangi oleh adanya ilmu biologi. Sebagaimana dikatakan diatas bahwa keberadaan suatu ilmu pasti ada yang melatarbelakanginya. Selain Ilmu Biologi Umum juga ilmu matematika ada pada ilmu genetika. Untuk menghitung kromosom, jumlah gen dan sebagainya tentu disitu mengandalkan ilmu matematika.
Jadi tidak akan bisa disebut ilmu Genetika jikalau di dalamnya itu tidak memuat ilmu Biologi Umum dan juga ilmu Matematika yang memiliki peran sangat penting.
Begitu juga dengan cabang-cabang ilmu lain, yang mempunyai hubungan dan keterkaitan dengan ilmu yang lainnya.

3. Adanya rasa keingintahuan pada diri manusia
Seorang ahli genetika yang setiap waktunya bergelut dalam ilmunya itu. Tentunya memiliki keingintahuan mengenai hal lain diluar ilmu genetika demi kemajuan dan perkembangan dari ilmu genetika itu sendiri. Ahli genetika itu mungkin akan melakukan penelitian tentang pengaruh perilaku manusia terhadap gen tumbuhan. Seperti yang dilakukan pada waktu pasca pemboman di kota Hirosima dan Nagasaki, ternyata pemboman tersebut menyebabkan gen-gen dari salah satu jenis tumbuhan yang ada di situ berubah.
Untuk proses itu tentu ada peranan dari ilmu-ilmu lain, ilmu sosial dan ilmu biodiversitas (keanekaragaman) misalnya.
4. Karena adanya interaksi sosial
Dalam interaksi sosial, akan menemukan beberapa watak pemikiran manusia. Setiap kepala pastinya memiliki pemahaman dan penafsiran yang berbeda. Dari situ kita sebagai biologiwan yang setiap hari terus berinteraksi dengan tetangga dan orang-orang yang ada di sekitar. Tentunya akan memiliki pengaruh pada pola pemikiran kita.
Mungkin dari orang-orang yang setiap kali berinteraksi dengan kita itu memiliki latar seorang ahli kesehatan, ahli politik, ahli keuangan, ataupun hanya masyarakat biasa. Dari interaksi dengan mereka itu ada kalanya kita curhat dan ngobrol-ngobrol mengenai aktifitas keseharian mereka yang beragam itu. Dari situ kita dapat informasi mengenai keperibadian dan aktifitas mereka, dan informasi tersebut akan kita bawa ketika ada dari ilmu yang kita geluti dengan yang berkaitan dengan informasi tersebut. Sebagai ahli genetika misalnya, tentunya informasi tersebut akan berpengaruh terhadap pernyataan kita yang nantinya akan mempunyai pengaruh kepada khazanah ilmu genetika yang kita geluti.

Dari ketidaknetralannya ilmu, sangat banyak sekali manfaatnya. Terutama bagi para pelajar/mahasiswa yang dalam hal ini mereka berperan sebagai subjek sekaligus juga objek dari ilmu itu sendiri. Mahasiswa/pelajar bisa memiliki wawasan yang tidak hanya ilmu yang sedang dikaji itu, tetapi secara tidak disadari ataupun disadari mereka telah memiliki wawasan ilmu-ilmu lain yang mendukung dalam pengkajian ilmu yang sedang dikajinya itu.
Selain itu juga suatu ilmu akan lebih berkembang bila ilmu tersebut melihat keluar, dalam arti tidak lurus hanya tentang ilmu itu saja yang di dalami dan akan lebih memperluas khasanah ilmu pengetahuan. Semisal; ilmu embriologi bila ditinjau dari agama islam. Embriologi akan berbeda lagi arahnya bila ditinjau dari ilmu agama, tidak hanya dari ilmu biologi saja. Disitu sangat jelas sekali terlihat bahwa ilmu tidak memiliki kenetralan.
Dalam ketidaknetralitasan ilmu, tentunya banyak ilmu-ilmu lain yang berkecimpung dalam ilmu tersebut. Apabila tidak berhati-hati, ilmu tersebut bisa tercemari oleh pemahaman-pemahaman yang dapat menghancurkan ilmu tersebut. Semisal; ilmu agama yang dicampur baur dengan pemahaman yang banyak mengandalkan logika dan hanya berdasarkan pada penalaran manusia, maka hal itu dapat memunculkan apa yang kita kenal dengan “aliran sesat”, yang itu kalau dibiarkan akan berbahaya bagi umat.
Suatu ilmu akan tidak menjadi sempurna apabila tidak ada kesinambungan dengan ilmu-ilmu lain yang mendukungnya.

Ditulis oleh:
Habibie Musthafa